Setelah kami menaruh barang-barang kami di rumah tempat kami tinggal dan berisitirahat sebentar, kami lalu mengadakan peninjauan ke TPA. Memang kalo dari rumah kami tempatnya agak cukup jauh sekitar 6 km dari rumah kita. Tapi kita diantar pak Parjiyo ke rumah pak Wanto , rumah tempat guru pembimbing live in kota tinggal.
Lalu kita berjalan ke tempat pembuangan akhir dengan berjalan kaki, saya menggunakan sandal jepit , sementara teman-teman saya menggunakan sepatu boot karena saya tidak membawa sepatu boot. Kami sempat dikacaukan dalam perjalanan menuju ke sana oleh hujan yang cukup deras. Tapi kita tidak patah semangat, kami tetap melanjutkan perjalanan. Bau semakin menyengat, kami harus mulai membiasakan diri dengan bau itu. Akhirnya kami sampai ke gerbang utama TPA.
Pertama saya sudah melihat sampah yang sudah menjadi tanah yang sudah berbukit-bukit tingginya dan banyak sekali. Dan jalanan terlihat sangat becek dan penuh lumpur, dan banyak truk sampah yang masuk dan sambil meneteskan air-air dari bak sampah yang penuh dengan belatung. Tiba-tiba "ADUUUUUUUUUUUH"
Lalu kami meneruskan perjalanan dan di samping jalan ada pabrik pengolahan pupuk kompos, lalu kami sempat bertemu ibu yang bekerja di situ, wajahnya tampak sangat pucat, saya tak bisa membayangkan ibu itu sudah bekerja selama bertahun-tahun dan tahan akan semua itu. Hebat sekali. Tapi sayangnya kita tidak boleh masuk ke situ karena tidak ada izin.
Banyak orang di TPA yang menyebut TPA sebagai bulog karena TPA merupakan gudang tempat pencarian nafkah untuk hidup mereka. Lalu kami melihat teman-teman kami dari kelurahan Ciketing Udik sedang bermain bola, ingin sekali kami ikut tapi karena hari sudah sore jadi kami terpaksa pulang. Setelah pulang ke rumah, kami langsung mandi bersih dan berisitirahat.
